Senin, 08 Juli 2013

INFORMASI HILAL


 INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM
SENIN, 8 JULI 2013 M
PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1434 H

Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam
mengelilingi Matahari memungkinkan manusia untuk mengetahui penentuan waktu. Salah satunya
adalah penentuan awal bulan Hijriah, yang didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Penentuan awal bulan Hijriah ini sangat penting bagi umat Islam, misalnya dalam penentuan awal
tahun baru Hijriah, awal dan akhir shaum Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi pemerintah yang
salah satu tupoksinya adalah pelayanan data tanda waktu tentu sangat berkepentingan dalam
penentuan awal bulan Hijriah ini. Untuk itu, BMKG menyampaikan Informasi Hilal saat Matahari
Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M: Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H sebagai berikut.

1. Waktu Konjungsi (Ijtima’) dan Terbenam Matahari

Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan
sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Peristiwa
ini akan kembali terjadi pada hari Senin, 8 Juli 2013 M, pukul 7 : 14 UT pukul 14 : 14 WIB atau 15
: 14 WITA 16 : 14 WIT, yaitu ketika nilai bujur ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama 106,299o.
Pada saat konjungsi tersebut, jarak sudut Matahari dan Bulan (elongasi) adalah 4,440o. Elongasi ini
lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,507o.
Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan
datang ini adalah 29 hari 15 jam 18 menit.

Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horizonteramati.
Keadaan ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter
Matahari, efek refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl).
Dalam perhitungan standar penentuan waktu terbenam Matahari, semi diameter Matahari dianggap
16’, efek refraksi atmosfer dianggap 34’ dan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl (Seidelmann,
1992). Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 8 Juli 2013 paling
awal terjadi pada pukul 17 : 33 WIT di Merauke dan paling akhir terjadi pada pukul 18 : 57 WIB di
Sabang.
Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan bahwa
konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 di wilayah Indonesia. Dengan
demikian, secara astronomis waktu pelaksanaan rukyat Hilal di wilayah Indonesia adalah setelah
Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013.

2. Data Hilal dan Matahari untuk Beberapa Kota di Indonesia

Pada Tabel tentang “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M:
Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H”, ditampilkan informasi astronomis Hilal dan Matahari
untuk beberapa kota di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 M. Informasi ini
adalah informasi dasar penentu awal bulan Ramadhan 1434 H. Pada tabel tersebut, sebagaimana
penentuan waktu terbenam Matahari, waktu terbenam Bulan dinyatakan saat bagian atas piringan
Bulan tepat di horizon-teramati. Dalam perhitungan standar waktu terbenam Bulan, efek refraksi
atmosfer dianggap 34’, elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan semi diameter Bulan adalah
nilainya pada saat tersebut (Seidelmann, 1992).

Azimuth adalah besar sudut yang dinyatakan dari titik Utara Geografis (True North) menyusuri
bidang horizon ke arah Timur dan seterusnya hingga ke posisi proyeksi benda langit di bidang
horizon. Benda langit yang dimaksud adalah Bulan atau Matahari. Tinggi Hilal dinyatakan sebagai
ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter
dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Elongasi adalah jarak
sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi
dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi diabaikan.
Sementara FI Bulan adalah fraksi illuminasi Bulan, yaitu persentase perbandingan antara luas
piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi
dengan luas seluruh piringan Bulan. Dari tabel tersebut di atas dapat juga diperoleh informasi umur
Bulan dan lag. Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya
konjungsi. Adapun lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari.
Dalam perhitungan tinggi Bulan, efek tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dapat
diikutsertakan dengan menggunakan persamaan (1) berikut, yaitu
d a a   0 , (1)

dengan a adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati dengan memperhitungkan efek tinggi lokasi
pengamat dan ao adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati tanpa efek tinggi lokasi pengamat.
Adapun d pada persamaan (1) di atas adalah efek kerendahan horizon (dip) yang dinyatakan oleh1)
h d 02917 , 0  , (2)

dengan h adalah tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dalam satuan meter.
Sebagai contoh untuk perhitungan di atas adalah ketinggian Bulan pada 8 Juli 2013 untuk
pengamat di Pelabuhan Ratu dengan elevasi 52,685 meter dpl. Berdasarkan “Data Hilal dan
Matahari saat Matahari Terbenam, Senin, 8 Juli 2013 M: Penentu Awal Bulan Ramadhan 1434 H”
untuk lokasi Pelabuhan Ratu, diperoleh ao adalah 0,4281o. Berdasarkan persamaan (2) di atas, nilai
d adalah 0,2117o. Setelah hasil ini diterapkan pada persamaan (1) di atas, diperoleh nilai a adalah
0,6398o. Dengan demikian, setelah memperhitungkan elevasinya, tinggi Bulan di Pelabuhan Ratu
dari horizon-teramati saat Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 adalah 0o 38,39’. Prosedur yang
sama dapat dilakukan untuk lokasi lainnya.


Sumber : BMKG

0 on: "INFORMASI HILAL"